Hasil
perbincangan dengan seorang kawan mengenai status dalam hubungan sebenarnya
sedikit-banyak menggelitik saya. Sebagai pembuka obrolan kami merupakan obrolan
terdahulunya dengan seorang teman yang mencapai suatu konklusi bahwa merupakan
hal yang wajar jika kita menginginkan orang yang terbaik untuk menjadi pasangan
kita. Untuk yang satu ini jelas saya setuju. Kemudian dia melanjutkan ceritanya
bahwa karena itulah maka ia dan pacarnya saat ini pun bersepakat bahwa selama
menjalani hubungan mereka pun tidak menutup kemungkinan bahwa masing-masing
dari keduanya masih mungkin menemukan seseorang yang terbaik bagi mereka
meskipun orang itu adalah orang lain. Di sini, yang saya tangkap adalah
meskipun status mereka berpacaran tetapi mereka berdua masih membuka opsi-opsi
mereka terhadap orang-orang lain dalam periode mereka berpacaran. Saya pikir, selama tidak diartikan ngelaba
atau melakukan pendekatan dengan orang lain sih it’s okay kali ya. Tapi, semudah itukah hal ini dijalankan?
Bagi saya
pribadi, tidak salah jika kita memperluas pergaulan, melebarkan sayap dengan
mengenal lebih banyak orang, toh pacaran itu juga seharusnya bukan merupakan
suatu hal yang mengekang kita. Ya itu tadi, tidak masalah bagi kita untuk
mengenal sebanyak mungkin orang dan tahu lebih banyak tentang mereka. Hanya
saja yang kurang saya setujui dari pernyataan itu adalah adanya kesan bahwa
terbukanya peluang itu seolah tidak mengindahkan status hubungan keduanya itu,
karena bagi saya pribadi status pacaran itu sendiri merupakan bentuk komitmen orang
yang menjalaninya. Saat sudah berkomitmen maka fokus kita adalah pasangan kita
saat itu (correct me if i’m wrong).
Mungkin pasangan kita tidak sebaik yang terlihat pada awalnya, mungkin tidak
sesabar, ataupun mungkin tidak sesuai harapan-harapan kita yang lain tapi
selama masih ada komitmen yang kita pegang maka kita pun masih dapat
menoleransi segala gap dari yang
ideal dan kenyataan. Baru setelah batas toleransi itu habis dan memang kedua
pihak merasa tidak dapat lagi menjalani komitmen awal (berpacaran) maka
keduanya dapat menyudahi “perjanjian” itu dan menempuh jalan masing-masing
untuk menemukan pasangan yang lain. Hingga saat pemutusan itu ada, maka menurut
saya hal yang terbaik untuk dilakukan oleh kita (diri sendiri dan pasangan) adalah
memperbaiki, memantaskan, meningkatkan kualitas diri masing-masing sehingga
menjadi seorang pribadi yang lebih baik bukan hanya untuk pasangan kita tetapi
terlebih untuk diri kita sendiri.
Saat perubahan itu
selalu mengikuti kita, maka bukan suatu hal yang tidak mungkin jika suatu hari
nanti keduanya menjadi orang yang terbaik bagi satu sama lain. Namun, jika pada
akhirnya keadaan berkata lain meskipun keduanya telah berusaha memantaskan diri
untuk satu sama lain ... maybe we should
take it as destiny or fate. Bahwa mungkin memang keduanya tidak berjodoh
satu sama lain. That they’re not meant
for each other. Yah, at least kita telah sampai pada tahap mengusahakan
hanya saja memang bukan jalan keduanya untuk bersama. *ceileh apa deh ini,
hehehe...* Yah, that’s just my opinion about it.
Menapak pada hubungan yang lebih
serius lagi yaitu pernikahan, keberadaan komitmen semakin dibutuhkan dan
mencapai pada tahapan hal yang krusial. Sehubungan dengan komitmen itu tadi, berikut
merupakan satu cuplikan yang saya suka dari sebuah novel :
“Sebagian dari kita mungkin ada yang mencintai seseorang karena keadaan sesat. Karena dia baik, karena dia pintar, even mungkin karena dia kaya. Tidak pernah terpikir apa jadinya, kalau dia mendadak jahat, mendadak tidak sepintar dulu, atau mendadak miskin. Will you still love them, then? That’s why you need commitment. Don’t love someone because of what/how/who they are. From now on, start loving someone, because you want to. “
-Test Pack, Ninit Yunita –
That, commitment will make you love someone
unconditionally.
So, mengutip kata-kata Tata (tokoh utama wanita dalam novel
karangan Ninit itu) :
“That’s how far a commitment will take you”
gambar diambil dari sini
So, let’s stay strong. We can make it, though.
Depok, 22 Juli 2012
xoxo with love,
0 komentar:
Posting Komentar