every pieces has it own story

Senin, 30 Juli 2012

Other best candidate vs komitmen


Hasil perbincangan dengan seorang kawan mengenai status dalam hubungan sebenarnya sedikit-banyak menggelitik saya. Sebagai pembuka obrolan kami merupakan obrolan terdahulunya dengan seorang teman yang mencapai suatu konklusi bahwa merupakan hal yang wajar jika kita menginginkan orang yang terbaik untuk menjadi pasangan kita. Untuk yang satu ini jelas saya setuju. Kemudian dia melanjutkan ceritanya bahwa karena itulah maka ia dan pacarnya saat ini pun bersepakat bahwa selama menjalani hubungan mereka pun tidak menutup kemungkinan bahwa masing-masing dari keduanya masih mungkin menemukan seseorang yang terbaik bagi mereka meskipun orang itu adalah orang lain. Di sini, yang saya tangkap adalah meskipun status mereka berpacaran tetapi mereka berdua masih membuka opsi-opsi mereka terhadap orang-orang lain dalam periode mereka berpacaran.  Saya pikir, selama tidak diartikan ngelaba atau melakukan pendekatan dengan orang lain sih it’s okay kali ya. Tapi, semudah itukah hal ini dijalankan?  
Bagi saya pribadi, tidak salah jika kita memperluas pergaulan, melebarkan sayap dengan mengenal lebih banyak orang, toh pacaran itu juga seharusnya bukan merupakan suatu hal yang mengekang kita. Ya itu tadi, tidak masalah bagi kita untuk mengenal sebanyak mungkin orang dan tahu lebih banyak tentang mereka. Hanya saja yang kurang saya setujui dari pernyataan itu adalah adanya kesan bahwa terbukanya peluang itu seolah tidak mengindahkan status hubungan keduanya itu, karena bagi saya pribadi status pacaran itu sendiri merupakan bentuk komitmen orang yang menjalaninya. Saat sudah berkomitmen maka fokus kita adalah pasangan kita saat itu (correct me if i’m wrong). Mungkin pasangan kita tidak sebaik yang terlihat pada awalnya, mungkin tidak sesabar, ataupun mungkin tidak sesuai harapan-harapan kita yang lain tapi selama masih ada komitmen yang kita pegang maka kita pun masih dapat menoleransi segala gap dari yang ideal dan kenyataan. Baru setelah batas toleransi itu habis dan memang kedua pihak merasa tidak dapat lagi menjalani komitmen awal (berpacaran) maka keduanya dapat menyudahi “perjanjian” itu dan menempuh jalan masing-masing untuk menemukan pasangan yang lain. Hingga saat pemutusan itu ada, maka menurut saya hal yang terbaik untuk dilakukan oleh kita (diri sendiri dan pasangan) adalah memperbaiki, memantaskan, meningkatkan kualitas diri masing-masing sehingga menjadi seorang pribadi yang lebih baik bukan hanya untuk pasangan kita tetapi terlebih untuk diri kita sendiri.
Saat perubahan itu selalu mengikuti kita, maka bukan suatu hal yang tidak mungkin jika suatu hari nanti keduanya menjadi orang yang terbaik bagi satu sama lain. Namun, jika pada akhirnya keadaan berkata lain meskipun keduanya telah berusaha memantaskan diri untuk satu sama lain ... maybe we should take it as destiny or fate. Bahwa mungkin memang keduanya tidak berjodoh satu sama lain. That they’re not meant for each other. Yah, at least kita telah sampai pada tahap mengusahakan hanya saja memang bukan jalan keduanya untuk bersama. *ceileh apa deh ini, hehehe...* Yah, that’s just my opinion about it.

Menapak pada hubungan yang lebih serius lagi yaitu pernikahan, keberadaan komitmen semakin dibutuhkan dan mencapai pada tahapan hal yang krusial. Sehubungan dengan komitmen itu tadi, berikut merupakan satu cuplikan yang saya suka dari sebuah novel :
“Sebagian dari kita mungkin ada yang mencintai seseorang karena keadaan sesat. Karena dia baik, karena dia pintar, even mungkin karena dia kaya. Tidak pernah terpikir apa jadinya, kalau dia mendadak jahat, mendadak tidak sepintar dulu, atau mendadak miskin. Will you still love them, then? That’s why you need commitment. Don’t love someone because of what/how/who they are. From now on, start loving someone, because you want to. “
-Test Pack, Ninit Yunita –

That, commitment will make you love someone unconditionally.
So, mengutip kata-kata Tata (tokoh utama wanita dalam novel karangan Ninit itu) :
“That’s how far a commitment will take you” 
gambar diambil dari sini


So, let’s stay strong. We can make it, though. 


Depok, 22 Juli 2012
xoxo with love, 

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Paling sering dibaca