every pieces has it own story

Sabtu, 27 Agustus 2011

kecewa itu...

Kecewa itu bisa terwujud ke dalam berbagai hal. Bisa terjalin dari berbagai rajut peristiwa. Kecewa itu bisa bermacam makna bagi orang-per orang.
Tapi bagi saya saat ini, kecewa itu teramu sedemikian rupa.

Kecewa itu, saat janji yang sudah terlontar, teramini, dan tersepakati justru tak terealisasi. Bukan karena tidak bisa sama sekali tapi justru karena tidak ingin memperjuangkannya lagi
Kecewa itu, ketika kedekatan yang selama ini dirasa sudah terjalin sepertinya hanya berjalan satu arah tanpa timbal balik dari arah sebaliknya
Kecewa itu, saat hubungan yang selama ini dirasa terjalin baik ternyata bukan jaminan kekompakan
Kecewa itu, ketika bergantung pada kesepakatan awal yang ditentukan tapi malah akhirnya hanya satu pihak yang memutuskan
Kecewa itu, ketika memang ada hal yang tidak 'srek' tetapi justru disembunyikan dan bukannya dibicarakan selesaikan
Kecewa itu, ketika waktu semakin sempit dan tidak ada kabar yang menentramkan
Kecewa itu, saat hanya ada segelintir orang yang tahu tapi kita sendiri menjadi terakhir bahkan hampir menjadi orang yang tidak tahu
Kecewa itu, saat aku tak tahu lagi apa arti kita selama ini bagi kamu atau dirinya

Kamis, 25 Agustus 2011

Birthday to remember


24 Agustus 2011,
Ulang tahun kali ini, sama seperti tahun kemarin ada dua orang yang sama dalam urutan membuka dan menutup hari istimewa dalam hidup saya.
Orang pertama yang membuka, mengawali, menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat atas pertambahan usia menjadi 21 tahun di tahun ini *halah, tua ya saya :D*, tak lain dan tak bukan adalah saudara satu tanggal dan tahun lahir. Dan juga teman seperjuangan di Lisuma UI, siapa lagi kalo bukan si abang Dio. Orang yang sama-sama menjalani hari istimewanya, orang yang sama-sama mereguk kebahagiaan atas pertambahan usia.
Menjelang siang, semakin banyak ucapan berdatangan, mulai dari sms hingga ucapan via facebook mungkin pula twitter. Saya sangat jarang membuka twitter jadi i don't know for sure. *But now, i know it for sure. Banyak juga yang ngucapin di situ. Aaah.....bahkan si bracun dan juga baban
kasi ucapan. Ga nyangka mereka masih inget juga sama ulang tahun saya itu.
Doa dan ucapan tak henti-henti bergulir, bahkan hingga esok haripun masih ada yang menyempatkan diri mengirimkan doa-doa terbaik untuk saya. Dan saya sangat bersyukur karena banyak orang yang menyayangi saya, mau rela-rela menyempatkan mengirim ucapan selamat kepada saya. Bahkan orang-orang yang nomornya sempat hilang dari daftar kontak di handphone saya dan terpaksa dengan tidak enak saya tanyai dulu nomor siapa itu. Buat kak Nana, Laila, Nia, Sapto, Wulan (yang bahkan beberapa kali mengalami ini), kak Dechan, Galih, Ollyn, Rifa, dan temam-teman yang lain... Really-really am sorry :(
Ceritanya, sampai saat itu si bocah belum juga mengucapkan selamat. Jangankan selamat, sepatah kata atau secuil kabar via sms pun nihil darinya hari itu. Yah, bisa dibilang saya pun pasrah. Si bocah memang sedang bercabang pikirannya ke na-ni-nu-na-ni-nu. Paling banter juga lupa, begitu pikir saya. Walau sempat berharap, semoga polanya sama dengan yang dipakainya setahun yang lalu. Meski setahun yang lalu separo gagal karena sms-nya baru nyampe ke handphone saya pas sahur, jam 3 dini hari tanggal 25 Agustus 2010.
Betul saja, akhirnya pada pukul 11.45 pm handphone saya bergetar. Panggilan yang masuk ke handphone saya itu dari nomor abang, tapi saya sudah tebak itu dari si bocah.
Dan, benarlah tebakan saya itu. Modus yang sama dia lakukan kali ini. Menjadi orang terakhir yang menutup hari istimewa saya dan mengucapkan selamat bagi saya.
Salah sebenarnya dia menelpon malam itu karena saya lagi galau to the max. Jadilah saya sukses curhat sama si bocah. Ga ada salahnya sih, tapi jadi sedikit merusak suasana bahagia saya dan juga setting suasana si bocah tampaknya. haha *maaf ya boch :(

Bagaimanapun ada kata-kata yang saya suka dari si bocah. Per kata dan urutannya saya ga inget persis, tapi kira-kira begini kutipan kata-katanya :
"Selama 1 tahun ke belakang dan tahun-tahun ke depan, inget kalo kamu nggak sendirian. Kamu punya aku yang bakal nemenin kamu, ada di samping kamu. Saat kamu sedih juga senang. Kamu yang sabar-sabar ya sama aku, maaf udah sering bikin kamu kesel-ngambek sama aku. Walaupun gitu, selama hampir setahun banyak saat-saat yang kita lewati bersama. Saat masa itu datang, inget kalo selain berbagi kesal juga sedih, kita juga pernah tertawa bersama dan berbagi kebahagiaan bersama. Saat aku tersenyum ke kamu, aku tersenyum karena kamu, dan sebaliknya.
Happy birthday, semoga menjadi semakin dewasa dan nggak sering-sering labil-galau lagi.
Ayo jangan lupa introspeksi dan refleksi resolusi-resolusi setahun kemarin dan mulai pikirkan resolusi selanjutnya untuk setahun mendatang."

Dan, untungnya dia telpon malem itu. Untungnya saya curhat sama dia malem itu, minimal bikin saya merasa semakin plong. Sedikit demi sedikit, banyak pandangan yang udah saya kumpulkan terkait urusan yang satu ini. Yah, walaupun bener kata dia kalau saya mah tetep aja galau bin labil juga. haha
Thanks ya, udah bela-belain melek sampai jam 12, nemenin sampai nyaris ketiduran buat denger curhat yang panjang bin lebar. I owe you ...
Aaaah.....me really love you, dear *love*

Semoga semoga semoga...harapan dan doa kamu, keluarga, juga teman-teman yang lain buat aku terkabul ya. Kalo mengutip kata Wening, yoook bilang Amiiiin :D


Rabu, 24 Agustus 2011

note to myself #4


You are the one who should invent your life.
Plan it. Start it. Make it. Be responsible for it.


Selasa, 23 Agustus 2011

Kamera-kamera yang saya mau :D

Yuuuk aaah, lupakan sejenak segala macam galau-galau dengan segala bentuk-perwujudannya. Sekarang saya mau cerita sekaligus unjuk gambar kamera-kamera menarik yang berhasil 'nyantol' di hati saya. Lumayan lah, buat saya beranjak sejenak dan sukses bikin saya cuci mata :D
Walaupun tulisan ini mengambil judul seperti itu, sebenarnya ini ungkapan kemupengan saya aja sih sebenarnya. haha

Nah, berikut ini saya mau tunjukin kamera yang pertama. Ini kamera polaroid, itu loh yang hasil fotonya bisa langsung jadi. Tapi ya cuma sekali doang untuk masing-masing foto.

Tentu aja, yang paling oye warna hitamnya si piano black yang elegant yet classie gitu ga sih? Tapi ya jelas, harganya pun oye punya. Terlepas dari penampilan elegant si hitam, si putih Hello Kitty juga cute buat saya. Dan kalau melihat masalah kepraktisan bawa, yang hitam paling atas juga oke punyalah (ga tau tipenya), haha. Wah, ketiganya oke punya laaah :)

Jenis kamera lain yang menarik perhatian saya juga ada loh. Kamera yang ini namanya Holga.
Nih, let me show you :)

Ada juga warna-warna lain, tapi saya lupa ini beda jenis atau ga. Pokoknya, jenis2 ini pun ada beragam pilihan warna :)


Jenis-jenis kamera ini bisa menghasilkan berbagai macam efek, tergantung tipenya yang juga ditentukan oleh banyak pin hole-nya juga
Salah satu contoh holga dengan efek-efek yang dihasilkan. It is cool, isn't it?

Selain itu, ada juga holga yang super mini, tapi sayangnya holga yang super mini ini terbatas juga pada efek yang dihasilkan. Atau malah kalau tidak salah bahkan tidak ada efek pada holga jenis ini.
Ini nih, Holga super mini >.<

Nah, saya juga tahu tentang Holga ini juga ga serta merta loh. Sebenarnya, foto-foto ini juga holga-holga yang ada saya tau juga saya ambil dari albumnya Ayu. Ayu jual segala macem kamera-kamera itu tadi. Jadi, boleh loh kalo mau ditengok-tengok juga.

Sekian share saya tentang kamera-kameraan yang menarik hati. Semoga bermanfaat :)

(another) 'bout the little things


I enjoy the little things in my life, do you?

tanggung jawab masing-masing

Semakin menginjak semester-semester akhir, mulai terasa kegalauan-kegalauan yang diakui atau enggak semakin nyata bagi mahasiswa tingkat akhir. Sebenarnya, itu yang saya rasakan. Yup, setelah di akhir semester 6 disadarkan akan galaunya magang yang luar biasa dan segala hingar bingar-hiruk pikuknya. Disadari atau tidak, menjadi mahasiswa yang menjalani tahun-tahun terakhirnya menjadi sebuah kegalauan tersendiri.
Kalo dulu, selepas semester 6 masing-masing mahasiswa dihadapkan pada pilihan tempat magang yang juga menjadi tanggung jawab masing-masing. Mau magang dimana, di tempat yang seperti apa dengan lingkungannya yang bagaimana, menjadi mandiri untuk pertama kalinya. (Mungkin) juga sepersekian keluar dari zona nyaman masing-masing. Tentu banyak yang didapat, direfleksikan, dan akan menjadi bekal di semester-semester berikutnya individually.
Perkara magang ini saja sudah cukup bikin galau, bikin cenat-cenut dan dag dig dug. Padahal ini urusan yang mungkin masih bisa dilakukan secara berkelompok atau minimal dengan satu-dua orang dan belum sepenuhnya sendiri bagi mahasiswa yang masih ditempatkan secara berkelompok di suatu tempat.
Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan tanggung jawab masing-masing yang lebih berat lagi? Apa lagi kalau bukan penyusunan tugas akhir. Di sini jelas, masing-masing mahasiswa memiliki tanggung jawab atas tugas akhirnya masing-masing. Masing-masing mahasiswa bertanggung-jawan akan dirinya sendiri. Mulai dari penentuan topik yang ingin digarap, pencarian dosen pembimbing, hingga yang tergalau mungkin jika pada pertanyaan : "Mau lulus berapa tahun?" Belum lagi kalo pertanyaannya langsung to the point, " jadi, 3,5 ataukah 4 tahun?"
Men, sampai sekarang saya masih bingung loh. Jangankan mau menjawab pertanyaan terakhir yang pamungkas itu, wujud skripsi yang kira-kira separo matang saja masih bisa dibilang mengendap dan perlu digali lagi. Urusan menggabungkan passion dan meracik minat kita akan suatu hal menjadi karya yang menawan saja masih menjadi pikiran utama, apalagi pencarian segala bahan dan tanggung jawab perkuliahan dan organisasi yang belum selesai saja masih menjadi bagian dari pikiran.
Mungkin, mungkin saja dengan usaha keras hal tersebut bukan jadi suatu yang mustahil. Siapa pula sih yang ga bangga, bisa segera menyelesaikan studinya dengan cepat? Siapa sih yang ga senang akhirnya bisa mempersembahkan gelar Sarjana untuk orang tua dan keluarganya? Tapi itu semakin menjadi beban karena yang ingin dikejar tidak hanya 3,5 tahun penyelesaian masa studi. Tidak hanya 3,5 tahun yang meluluskan, tetapi juga kualitas tugas akhir yang gemilang. Saya ingin tugas akhir saya menjadi karya yang saya kerjakan dengan segenap kemampuan saya. Saya ingin tiket keluar saya dari Psikologi UI tercinta menjadi sesuatu yang istimewa dan bukan sekedar tulisan abal-abal.
Ketakutan saya yang lain, mungkin berujung pada pertanyaan : "Siapkah saya untuk lulus 3,5 tahun?" Terlepas dari kerja keras yang memang saya akui harus saya lakukan, tapi terutama siapkah saya setelah masa menjadi mahasiswa saya itu lewat? Siapkah saya menghadapi persaingan di dunia yang sebenarnya, tanpa terlindung oleh tembok kampus. Siapkah saya keluar dari zona nyaman saya selama ini? Sanggupkah saya bertanggung jawab nyaris sepenuhnya atas diri saya sendiri selepasnya?

Sampai sekarang, saya pun masih mencoba mencari tahu jawabannya dan juga berusaha membulatkan tekad.

Pada akhirnya, tiap-tiap manusia memang harus mengambil keputusan akan suatu hal. Banyak trigger yang menjadikan refleksi ini terbentuk, mulai dari post-post yang mau tidak mau menjadi separo mengintimidasi dan mendorong diri sendiri untuk segera memulai meracik tugas akhir. Banyak kawan yang sudah men-set tujuannya bahkan mungkin dari awal serta menanggung konsekuensinya dengan berani dan menjadikan diri pun termotivasi.
Kalaupun jalan saya memang harus seperti ini, satu yang saya pinta ya Rabb....lancarkan semua yang telah menjadi keputusan saya dan berikan saya kekuatan untuk menjalankan konsekuensinya.
Yah, setiap orang bertanggungjawab terhadap jalan hidupnya masing-masing. Then, i'll set mine :)


xoxo,
Di rumah, saat belum bisa lepas dari belenggu bayangan skripsi dan segala urusan akademik yang lain

Jumat, 12 Agustus 2011

Pretend

I just pretend i don't care
or pretend to be care of, sometimes
when life gets hard and time's tapping fast
lies get too ordinary
world get mad,
and i have had nothing to do with that
here and there
just disappear

Selasa, 02 Agustus 2011

Enough for me?

Ini nih, yang masih dari kemarin-kemarin ngeganggu pikiran saya. Jadi, kali ini masih juga akan saya bahas tentang hal ini.
Just to make me 'plong' :D

Ada orang-orang yang selalu bisa menjaga koneksi dengan orang-orang lain di lingkaran pertemanannya, secara intens. Mungkin hampir tiap hari, atau paling tidak bertukar kabar tiap bulan. Saya termasuk orang yang ingin sekali bisa begitu ke orang-orang di lingkaran koneksi saya. Tapi, dari dulu sampai sekarang tampaknya bukan gitu gaya 'perkoneksian' saya. Bagi saya, cukuplah dengan bertukar kabar setiap kali saya ada di tempat yang dekat dengan mereka dan mengusahakan ketemuan, juga melaksanakannya.
Dulu begitu. Saya rasa, seharusnya begitu pun untuk sekarang tetap sama. Cukup untuk saya. Tapi, yang saya rasa sekarang rasanya intensitas perkoneksian ini justru kurang buat saya. Saya pengen loh, bisa tetep ngobrol sama temen deket saya dulu pas SMA yang ada di Jogja misalnya. Tetap curhat dan update info, tetap saling bagi cerita kayak pas SMA. Kenyataannya, saya ga bisa maintain hubungan yang kayak gitu, walau ada media sosial macam fb sekalipun.
Dan ini justru membuat saya makin iri, kalo lihat postingan atau wall yang lain. Pengen deh bisa sering2 tukar kabar sama mereka. Tapi toh nyatanya saya yang ga bisa. Diri pribadi saya sendiri yang ga mampu. Saya pun share masalah ini sama Peppi dan bisa ditebak dia pun bingung dengan keimpulsifan saya ini. Yang tiba-tiba ngomongin ini, tiba-tiba bisa kepikiran hal macam gini. Pas malem-malem pula saya meracaunya. hahaha
Dan, sepenggal kata-kata dari dia cukup bikin saya tenang.
" Gue juga termasuk orang yang kayak lu Sis, tipenya. Kalo gue udah balik ke Depok, gue jadi jarang hubungin temen gue di Lampung, tapi ya gue tetep ngejaga silaturahmi ke temen gue. Kalo setiap pulang gue nemuin temen-temen gue itu. Menurut gue itu lumayan cukup untuk ngejaga pertemanan kami. Menurut gue untuk ngejaga pertemanan itu ga musti komunikasi intens atau gimana, yang penting tetap ada komunikasi yang berlanjut. Kalo gw justru memilih untuk ga terlalu dekat kalo sahabatan, gunanya ya untuk saling ngejaga aja."

Dan, saya pun berkaca pada diri sendiri. Mungkin memang dengan cara ini seharusnya saya dicukupkan, demi kebaikan masing-masing juga. Yah, untuk saat ini. Cukuplah nikmati dan syukuri apa yang saya punyai. Untuk apa komplain kalo dengan cara itu saya pun bisa bahagia. Saya toh tetap bisa berhubungan baik dengan teman-teman saya itu.
Itu cukup bagi saya, untuk saat ini. Kalopun tidak, saya harus mencukupkannya. Paling tidak, cukup itu tidak hanya sebatas cukup. Tapi cukup itu benar-benar cukup untuk bisa menjaga tali silaturahmi antarkami. Mungkin itu memang cara saya berkoneksi. Yes, it is enough. It should be. It must be.

Lantas, jika dulu-dulu saja saya ngerasa cukup kenapa justru baru sekarang ngerasa kurang?Apakah kebutuhan saya akan afilisi meninggi? Atau cuma sekedar impulsif sesaat saya aja?Atau ada alasan lain? Hmm... what do you think?

Pages

Paling sering dibaca