Semakin menginjak semester-semester akhir, mulai terasa kegalauan-kegalauan yang diakui atau enggak semakin nyata bagi mahasiswa tingkat akhir. Sebenarnya, itu yang saya rasakan. Yup, setelah di akhir semester 6 disadarkan akan galaunya magang yang luar biasa dan segala hingar bingar-hiruk pikuknya. Disadari atau tidak, menjadi mahasiswa yang menjalani tahun-tahun terakhirnya menjadi sebuah kegalauan tersendiri.
Kalo dulu, selepas semester 6 masing-masing mahasiswa dihadapkan pada pilihan tempat magang yang juga menjadi tanggung jawab masing-masing. Mau magang dimana, di tempat yang seperti apa dengan lingkungannya yang bagaimana, menjadi mandiri untuk pertama kalinya. (Mungkin) juga sepersekian keluar dari zona nyaman masing-masing. Tentu banyak yang didapat, direfleksikan, dan akan menjadi bekal di semester-semester berikutnya individually.
Perkara magang ini saja sudah cukup bikin galau, bikin cenat-cenut dan dag dig dug. Padahal ini urusan yang mungkin masih bisa dilakukan secara berkelompok atau minimal dengan satu-dua orang dan belum sepenuhnya sendiri bagi mahasiswa yang masih ditempatkan secara berkelompok di suatu tempat.
Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan tanggung jawab masing-masing yang lebih berat lagi? Apa lagi kalau bukan penyusunan tugas akhir. Di sini jelas, masing-masing mahasiswa memiliki tanggung jawab atas tugas akhirnya masing-masing. Masing-masing mahasiswa bertanggung-jawan akan dirinya sendiri. Mulai dari penentuan topik yang ingin digarap, pencarian dosen pembimbing, hingga yang tergalau mungkin jika pada pertanyaan : "Mau lulus berapa tahun?" Belum lagi kalo pertanyaannya langsung to the point, " jadi, 3,5 ataukah 4 tahun?"
Men, sampai sekarang saya masih bingung loh. Jangankan mau menjawab pertanyaan terakhir yang pamungkas itu, wujud skripsi yang kira-kira separo matang saja masih bisa dibilang mengendap dan perlu digali lagi. Urusan menggabungkan passion dan meracik minat kita akan suatu hal menjadi karya yang menawan saja masih menjadi pikiran utama, apalagi pencarian segala bahan dan tanggung jawab perkuliahan dan organisasi yang belum selesai saja masih menjadi bagian dari pikiran.
Mungkin, mungkin saja dengan usaha keras hal tersebut bukan jadi suatu yang mustahil. Siapa pula sih yang ga bangga, bisa segera menyelesaikan studinya dengan cepat? Siapa sih yang ga senang akhirnya bisa mempersembahkan gelar Sarjana untuk orang tua dan keluarganya? Tapi itu semakin menjadi beban karena yang ingin dikejar tidak hanya 3,5 tahun penyelesaian masa studi. Tidak hanya 3,5 tahun yang meluluskan, tetapi juga kualitas tugas akhir yang gemilang. Saya ingin tugas akhir saya menjadi karya yang saya kerjakan dengan segenap kemampuan saya. Saya ingin tiket keluar saya dari Psikologi UI tercinta menjadi sesuatu yang istimewa dan bukan sekedar tulisan abal-abal.
Ketakutan saya yang lain, mungkin berujung pada pertanyaan : "Siapkah saya untuk lulus 3,5 tahun?" Terlepas dari kerja keras yang memang saya akui harus saya lakukan, tapi terutama siapkah saya setelah masa menjadi mahasiswa saya itu lewat? Siapkah saya menghadapi persaingan di dunia yang sebenarnya, tanpa terlindung oleh tembok kampus. Siapkah saya keluar dari zona nyaman saya selama ini? Sanggupkah saya bertanggung jawab nyaris sepenuhnya atas diri saya sendiri selepasnya?
Kalaupun jalan saya memang harus seperti ini, satu yang saya pinta ya Rabb....lancarkan semua yang telah menjadi keputusan saya dan berikan saya kekuatan untuk menjalankan konsekuensinya. Yah, setiap orang bertanggungjawab terhadap jalan hidupnya masing-masing. Then, i'll set mine :)
xoxo,
Di rumah, saat belum bisa lepas dari belenggu bayangan skripsi dan segala urusan akademik yang lain
Kalo dulu, selepas semester 6 masing-masing mahasiswa dihadapkan pada pilihan tempat magang yang juga menjadi tanggung jawab masing-masing. Mau magang dimana, di tempat yang seperti apa dengan lingkungannya yang bagaimana, menjadi mandiri untuk pertama kalinya. (Mungkin) juga sepersekian keluar dari zona nyaman masing-masing. Tentu banyak yang didapat, direfleksikan, dan akan menjadi bekal di semester-semester berikutnya individually.
Perkara magang ini saja sudah cukup bikin galau, bikin cenat-cenut dan dag dig dug. Padahal ini urusan yang mungkin masih bisa dilakukan secara berkelompok atau minimal dengan satu-dua orang dan belum sepenuhnya sendiri bagi mahasiswa yang masih ditempatkan secara berkelompok di suatu tempat.
Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan tanggung jawab masing-masing yang lebih berat lagi? Apa lagi kalau bukan penyusunan tugas akhir. Di sini jelas, masing-masing mahasiswa memiliki tanggung jawab atas tugas akhirnya masing-masing. Masing-masing mahasiswa bertanggung-jawan akan dirinya sendiri. Mulai dari penentuan topik yang ingin digarap, pencarian dosen pembimbing, hingga yang tergalau mungkin jika pada pertanyaan : "Mau lulus berapa tahun?" Belum lagi kalo pertanyaannya langsung to the point, " jadi, 3,5 ataukah 4 tahun?"
Men, sampai sekarang saya masih bingung loh. Jangankan mau menjawab pertanyaan terakhir yang pamungkas itu, wujud skripsi yang kira-kira separo matang saja masih bisa dibilang mengendap dan perlu digali lagi. Urusan menggabungkan passion dan meracik minat kita akan suatu hal menjadi karya yang menawan saja masih menjadi pikiran utama, apalagi pencarian segala bahan dan tanggung jawab perkuliahan dan organisasi yang belum selesai saja masih menjadi bagian dari pikiran.
Mungkin, mungkin saja dengan usaha keras hal tersebut bukan jadi suatu yang mustahil. Siapa pula sih yang ga bangga, bisa segera menyelesaikan studinya dengan cepat? Siapa sih yang ga senang akhirnya bisa mempersembahkan gelar Sarjana untuk orang tua dan keluarganya? Tapi itu semakin menjadi beban karena yang ingin dikejar tidak hanya 3,5 tahun penyelesaian masa studi. Tidak hanya 3,5 tahun yang meluluskan, tetapi juga kualitas tugas akhir yang gemilang. Saya ingin tugas akhir saya menjadi karya yang saya kerjakan dengan segenap kemampuan saya. Saya ingin tiket keluar saya dari Psikologi UI tercinta menjadi sesuatu yang istimewa dan bukan sekedar tulisan abal-abal.
Ketakutan saya yang lain, mungkin berujung pada pertanyaan : "Siapkah saya untuk lulus 3,5 tahun?" Terlepas dari kerja keras yang memang saya akui harus saya lakukan, tapi terutama siapkah saya setelah masa menjadi mahasiswa saya itu lewat? Siapkah saya menghadapi persaingan di dunia yang sebenarnya, tanpa terlindung oleh tembok kampus. Siapkah saya keluar dari zona nyaman saya selama ini? Sanggupkah saya bertanggung jawab nyaris sepenuhnya atas diri saya sendiri selepasnya?
Sampai sekarang, saya pun masih mencoba mencari tahu jawabannya dan juga berusaha membulatkan tekad.
Pada akhirnya, tiap-tiap manusia memang harus mengambil keputusan akan suatu hal. Banyak trigger yang menjadikan refleksi ini terbentuk, mulai dari post-post yang mau tidak mau menjadi separo mengintimidasi dan mendorong diri sendiri untuk segera memulai meracik tugas akhir. Banyak kawan yang sudah men-set tujuannya bahkan mungkin dari awal serta menanggung konsekuensinya dengan berani dan menjadikan diri pun termotivasi.
Kalaupun jalan saya memang harus seperti ini, satu yang saya pinta ya Rabb....lancarkan semua yang telah menjadi keputusan saya dan berikan saya kekuatan untuk menjalankan konsekuensinya. Yah, setiap orang bertanggungjawab terhadap jalan hidupnya masing-masing. Then, i'll set mine :)
xoxo,
Di rumah, saat belum bisa lepas dari belenggu bayangan skripsi dan segala urusan akademik yang lain
0 komentar:
Posting Komentar